Pada 16 Januari 2015 lalu, Penerbit Nuansa menjadi insiator sekaligus fasilitator diskusi “Civic-Islam dan Civic-Virtue” di Indonesia. Narasumber adlh AE Priyono, Direktur Eksekutif LP3ES Jakarta. Berikut ni merupakan rangkuman penting yg akan menjadi panduan awal gerakan Civic-Islam yg dimulai di Bandung, berlanjut Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia di masa mendatang.
Civic-Islam di Indonesia
Latar Belakang · Tiga kelompok diskursif Islam paling berpengaruh di Indonesia dewasa ini: fundamentalisme, liberalisme, konservatisme - ritualisme/eskapisme (perlu deskripsi masing-masing). · Kaum muda Muslim yg mengalami alienasi. · Melenyapnya diskursus Islam-modernis yg dibawakan oleh tokoh-tokoh generasi 1980an/1990an yg pd dasarnya banyak mengusung gagasan-gagasan mengenai Islam dan keindonesiaan.Konteks Politik · Demokratisasi Indonesia menghadapi jalan buntu (political impasse). Liberalisasi politik mengalami kejenuhan. Elektoralisme dan proseduralisme dibajak oleh oligarki. · Absennya diskursus mengenai citizenship, civic-culture, dan subjek politik dlm kerangka politik partisipatoris · Munculnya kemungkinan pengembangan model demokrasi alternatif, khususnya di kalangan aktivis muda perkotaan, sebagaimana diwujudkan dlm gerakan relawan. · Di pihak lain mulai dikenali munculnya ekspresi-ekspresi post-Islamist di kalangan kaum muda Muslim, bahkan di kalangan gerakan tarbiyah yg secara dominan masih dipengaruhi oleh tradisi gerakan Islamis. Gejalanya ada pd apa yg disebut “Kammi-Kultural.”Kekosongan Paradigma mengenai Demokrasi Alternatif · Demokrasi liberal mengalami krisis di mana-mana. Dalam konteks Indonesia demokrasi representatif berbasis multi-partai ternyata hanya membuka peluang bagi pembajakan sistem politik oleh oligarki · Dalam situasi seperti ini, gerakan-gerakan Islam sebenarnya sedang mengalami alienasi politik. Jika alienasi politik di masa lalu menyebabkan Islam-politik bersekutu dgn otoritarianisme dan muncul menjadi “Islam-rezimis,” maka kekuatan Islam politik formal sekarang ni - mewarisi tradisi itu - jg bersekutu dgn rezim oligarki. Hampir semua partai Muslim menjadi bagian dari sistem politik elitis-oligarkis, misalnya. · Di luar itu, Islam-politik informal bergerak tanpa arah, terpecah-pecah, dan tetap dlm situasi termarginalkan. Tiga kecenderungan umum: (i) mengalami konservatisasi [menjadi pasif secara sosial, mengalami privatisasi-eskapis], bergerak menjadi bagian dari radikalisasi global [menjadi sangat aktif secara politik, menjadi bagian dari wacana Islam fundamentalis transnasional], / (iii) menjadi bagian dari status-quo (JIL, misalnya, terjebak menjadi pendukung sistem politik liberal dan sistem ekonomi neoliberal). · Civic-Islam harusnya menjadi alternatif ke-(v) untk keluar dari kebuntuan yg dialami oleh kekuatan Islam-politik formal maupun ketiga arus Islam-informal seperti dijelaskan di atas. · Salah satu peranan strategis gerakan baru ni adlh memperkuat citizenship, yaitu elemen paling penting untk lahirnya demokrasi partisipatoris.Civic Islam dlm Lintasan Sejarah Ekonomi-Politik Nasional · Gagasan-gagasan awal civic-Islam sebenarnya pernah dipromosikan oleh para tokoh Islam modernis Indonesia pd 1980an/1990an seperti Nurcholish Madjid, M. Dawam Rahardjo, Abdurrahman Wahid, Kuntowijoyo, Ahmad Syafi’i Ma’arif, / Moeslim Abdurrahman. · Concern utama pemikiran civic-Islam yg ditawarkan para cendekiawan Muslim ketika itu adlh menyangkut bagaimana umat Islam Indonesia berakomodasi dgn masalah-masalah modernitas dan sekularisme politik. Juga bagaimana Islam menentukan posisi dlm pembangunan kapitalis melalui jalan otoritarianisme Orde Baru. · Belum ada formulasi final mengenai apa sesungguhnya jalan Islam dlm isu-isu seperti itu, tumbangnya Orde Baru dan ditempuhnya demokrasi liberal sejak 1999 telah menggeser perhatian politik publik pd isu-isu baru yg tak kalah rumitnya: munculnya plutokrasi dan plutonomi, merebaknya fundamentalisme-Islamis, neoliberalisme, dll.Civic-Islam: Trajektori ke Arah Demokrasi-Republikan · Gagasan demokrasi sebagaimana digambarkan dlm imaginasi para pendiri bangsa sebenarnya berorientasi pd perspektif Republikanisme, lebih ketimbang Liberalisme. · Jika elemen liberalisme menekankan aspek kebebasan sipil dan politik serta otonomi dan kedaulatan individu, tiga elemen Republikanisme adalah: (acitive)-citizenship, rule of law, dan civic-virtue. · Seluruh gagasan Republikan itu mestinya harus dipikirkan kembali untk berimaginasi mengenai kemungkinan revitalisasinya dlm konteks baru, yakni kondisi-kondisi post-modernism, post-secularism, dan post-Islamism, dan post-structuralism. · Bagimana memperkuat kembali elemen-elemen republikanisme untk menanggulangi kegagalan demokrasi liberal yg dibajak oleh oligarki, itulah persisnya yg menjadi tantangan terbesar civic-Islam. · Subjek politik Muslim yg memiliki kapasitas deliberatif-partisipatoris, mampu mempoltisasi ruang-publik agar menjadi civic public-space, yg inklusif, pluralis, dan toleran, sekaligus yg mampu menanamkan nilai-nilai kebajikan (ethical-virtue), itulah agenda yg harus dikembangkan melalui diskursus civic-Islam. · Pada sisi sebaliknya, agenda civic-Islam jg harus diarahkan untk menjadi wahana bagi berkembangnya spirit emansipatoris, serta ajang konsolidasi untk pembelaan bagi mereka yg berada dlm posisi-posisi marginalitas. · Singkatnya civic-Islam harus berada pd posisi yg radikal untk memperjuangkan transformasi ke arah keadilan sosial dan kesejahteraan ekonomi - dua isu yg sepenuhnya gagal dicapai baik oleh neoliberalisme maupun fundamentalisme.[]
Civic-Islam di Indonesia
Latar Belakang · Tiga kelompok diskursif Islam paling berpengaruh di Indonesia dewasa ini: fundamentalisme, liberalisme, konservatisme - ritualisme/eskapisme (perlu deskripsi masing-masing). · Kaum muda Muslim yg mengalami alienasi. · Melenyapnya diskursus Islam-modernis yg dibawakan oleh tokoh-tokoh generasi 1980an/1990an yg pd dasarnya banyak mengusung gagasan-gagasan mengenai Islam dan keindonesiaan.Konteks Politik · Demokratisasi Indonesia menghadapi jalan buntu (political impasse). Liberalisasi politik mengalami kejenuhan. Elektoralisme dan proseduralisme dibajak oleh oligarki. · Absennya diskursus mengenai citizenship, civic-culture, dan subjek politik dlm kerangka politik partisipatoris · Munculnya kemungkinan pengembangan model demokrasi alternatif, khususnya di kalangan aktivis muda perkotaan, sebagaimana diwujudkan dlm gerakan relawan. · Di pihak lain mulai dikenali munculnya ekspresi-ekspresi post-Islamist di kalangan kaum muda Muslim, bahkan di kalangan gerakan tarbiyah yg secara dominan masih dipengaruhi oleh tradisi gerakan Islamis. Gejalanya ada pd apa yg disebut “Kammi-Kultural.”Kekosongan Paradigma mengenai Demokrasi Alternatif · Demokrasi liberal mengalami krisis di mana-mana. Dalam konteks Indonesia demokrasi representatif berbasis multi-partai ternyata hanya membuka peluang bagi pembajakan sistem politik oleh oligarki · Dalam situasi seperti ini, gerakan-gerakan Islam sebenarnya sedang mengalami alienasi politik. Jika alienasi politik di masa lalu menyebabkan Islam-politik bersekutu dgn otoritarianisme dan muncul menjadi “Islam-rezimis,” maka kekuatan Islam politik formal sekarang ni - mewarisi tradisi itu - jg bersekutu dgn rezim oligarki. Hampir semua partai Muslim menjadi bagian dari sistem politik elitis-oligarkis, misalnya. · Di luar itu, Islam-politik informal bergerak tanpa arah, terpecah-pecah, dan tetap dlm situasi termarginalkan. Tiga kecenderungan umum: (i) mengalami konservatisasi [menjadi pasif secara sosial, mengalami privatisasi-eskapis], bergerak menjadi bagian dari radikalisasi global [menjadi sangat aktif secara politik, menjadi bagian dari wacana Islam fundamentalis transnasional], / (iii) menjadi bagian dari status-quo (JIL, misalnya, terjebak menjadi pendukung sistem politik liberal dan sistem ekonomi neoliberal). · Civic-Islam harusnya menjadi alternatif ke-(v) untk keluar dari kebuntuan yg dialami oleh kekuatan Islam-politik formal maupun ketiga arus Islam-informal seperti dijelaskan di atas. · Salah satu peranan strategis gerakan baru ni adlh memperkuat citizenship, yaitu elemen paling penting untk lahirnya demokrasi partisipatoris.Civic Islam dlm Lintasan Sejarah Ekonomi-Politik Nasional · Gagasan-gagasan awal civic-Islam sebenarnya pernah dipromosikan oleh para tokoh Islam modernis Indonesia pd 1980an/1990an seperti Nurcholish Madjid, M. Dawam Rahardjo, Abdurrahman Wahid, Kuntowijoyo, Ahmad Syafi’i Ma’arif, / Moeslim Abdurrahman. · Concern utama pemikiran civic-Islam yg ditawarkan para cendekiawan Muslim ketika itu adlh menyangkut bagaimana umat Islam Indonesia berakomodasi dgn masalah-masalah modernitas dan sekularisme politik. Juga bagaimana Islam menentukan posisi dlm pembangunan kapitalis melalui jalan otoritarianisme Orde Baru. · Belum ada formulasi final mengenai apa sesungguhnya jalan Islam dlm isu-isu seperti itu, tumbangnya Orde Baru dan ditempuhnya demokrasi liberal sejak 1999 telah menggeser perhatian politik publik pd isu-isu baru yg tak kalah rumitnya: munculnya plutokrasi dan plutonomi, merebaknya fundamentalisme-Islamis, neoliberalisme, dll.Civic-Islam: Trajektori ke Arah Demokrasi-Republikan · Gagasan demokrasi sebagaimana digambarkan dlm imaginasi para pendiri bangsa sebenarnya berorientasi pd perspektif Republikanisme, lebih ketimbang Liberalisme. · Jika elemen liberalisme menekankan aspek kebebasan sipil dan politik serta otonomi dan kedaulatan individu, tiga elemen Republikanisme adalah: (acitive)-citizenship, rule of law, dan civic-virtue. · Seluruh gagasan Republikan itu mestinya harus dipikirkan kembali untk berimaginasi mengenai kemungkinan revitalisasinya dlm konteks baru, yakni kondisi-kondisi post-modernism, post-secularism, dan post-Islamism, dan post-structuralism. · Bagimana memperkuat kembali elemen-elemen republikanisme untk menanggulangi kegagalan demokrasi liberal yg dibajak oleh oligarki, itulah persisnya yg menjadi tantangan terbesar civic-Islam. · Subjek politik Muslim yg memiliki kapasitas deliberatif-partisipatoris, mampu mempoltisasi ruang-publik agar menjadi civic public-space, yg inklusif, pluralis, dan toleran, sekaligus yg mampu menanamkan nilai-nilai kebajikan (ethical-virtue), itulah agenda yg harus dikembangkan melalui diskursus civic-Islam. · Pada sisi sebaliknya, agenda civic-Islam jg harus diarahkan untk menjadi wahana bagi berkembangnya spirit emansipatoris, serta ajang konsolidasi untk pembelaan bagi mereka yg berada dlm posisi-posisi marginalitas. · Singkatnya civic-Islam harus berada pd posisi yg radikal untk memperjuangkan transformasi ke arah keadilan sosial dan kesejahteraan ekonomi - dua isu yg sepenuhnya gagal dicapai baik oleh neoliberalisme maupun fundamentalisme.[]
source : http://google.com, http://solopos.com, http://civicislam.blogspot.com
0 Response to "[Teori] Catatan Ringkas Diskusi Civic-Islam di Penerbit Nuansa Cendekia Bandung"
Post a Comment