This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

[cinta] Jadi Saksi Kanonik Pernikahan Islam-Katolik

Kemarin malam, aku menjadi saksi Kanonik untk pernikahan beda agama antara sahabatku yg Islam dan tunangannya yg Katolik.

Sahabatku seorang perempuan Islam berjilbab. Sedangkan tunangannya seorang Katolik taat yg sempat menempuh pendidikan calon Imam tingkat satu di Malang. Alih-alih jadi Romo, ia lebih memilih untk jadi programmer yg hadapi algoritma daripada umat.

Hanya dgn melihat mereka sekilas, kita akan tahu bahwa mereka adlh dua orang yg sedang jatuh cinta.

Ditunjuk jadi saksi Kanonik awalnya adlh hal mendebarkan. Aku perlu meyakinkan diri sendiri apakah mungkin seorang muslim bisa jadi saksi Kanonik? Aku kontak Romo sahabatku untk menanyakan keabsahan "syariatnya". Romo bilang, saksi Kanonik itu yg penting mengenal calon mempelai non Katoliknya. Tidak harus beragama Katolik. Aku jadi lega. Setidaknya, sebagai sahabat yg sudah bertahun-tahun bersama, ternyata aku berguna juga.

Aku ke gereja Katedral Jakarta bersama pasangan pengantin dan teman SMA sahabatku yg jg berperan sebagai saksi Kanonik. Setelah shalat Maghrib di Istiqlal, kami menyeberang ke Gereja Katedral dan buka puasa di depan pasturan. Misa Jumat Malam belum usai. Jadilah kami menunggu sampai Romo selesai memimpin Misa.

Tepat saat Misa Jumat usai, kami berempat dipersilakan masuk ke ruang tamu Pasturan. Kedua mempelai masuk lebih dulu ke ruang kerja Romo. Romo yg menangani pernikahan ni bernama Romo Broto, Pr. Kesanku padanya, Beliau seseorang yg murah senyum dan ramah.

"Siapa yg akan jadi saksi pertama?" Tanya Romo Broto pd aku dan teman sahabatku saat kami berdua ada di ruangannya.

"Dia saja Mo, yg lebih tua." Kataku.

Romo dan teman sahabatku tertawa.

Romo memulai pertanyaan seputar sejauh mana kami mengenal calon mempelai perempuan. Dia jg bertanya soal asal wilayah, pekerjaan, alamat, dan lainnya. Kami harus mengisi selembar formulir setengah halaman kertas HVS yg isinya adlh kesaksian kami berdua bahwa mempelai perempuan non Katolik tersebut memang belum pernah menikah.

Setelah mengisi formulir, kami berdua tanda tangan di bawah kalimat sumpah yg ditutup dengan, "Demi Allah". Bukan demi Yesus dan bukan pula demi Roh Kudus. Aku senang dgn pilihan kata di dlm surat kesaksian tersebut.

"Di Katolik memang ada dispensasi dlm hal pernikahan. Kami meyakini bahwa yg namanya iman itu tak dpt dipungkiri oleh hati. Bisa saja seseorang bohong di KTP dlm hal agama hanya untk menikah. Tapi yg namanya iman dlm hati, sulit untk diganti-ganti. Jadi, Disparitas Cultus ni untk memudahkan, bahwa pernikahan tak pernah jadi penghalang keimanan seseorang dan sebaliknya. Untuk apa yg Katolik pindah Islam jika hatinya tetap Katolik? Dan untk apa yg Islam pindah Katolik jika yg nyaman baginya adlh beragama Islam? Ini adlh solusi yg diberikan gereja untk umatnya."

Kami mengangguk mendengar penjelasannya.

Saat melakukan penelitian di gereja Santo Alfonsus Paroki Nandan, Jogja pd tahun lalu, aku sudah diberi penjelasan oleh Romo Kris mengenai hukum pernikahan dlm gereja Katolik.

Oh ya, Romo Kris ni ketua Paroki Nandan. Tema Disertasi S3 nya adlh tentang Disparitas Cultus. Saat aku menyebut bahwa aku kuliah di Paramadina, dia langsung bertanya soal pernikahan beda agama yayasan Paramadina. Aku tak tahu banyak soal pernikahan beda agama di yayasan. Jadi aku berjanji padanya untk mencarikan info seputar itu.

Romo Kris lah yg memberi penjelasan padaku bahwa di dlm gereja Katolik memang tak ada perceraian. Adanya pembatalan pernikahan yg harus diurus sampai Vatican. Seseorang yg beragama non Katolik yg pernah menikah sebelumnya, lalu bercerai baik secara agama maupun secara negara tak dpt lagi menikah dgn seorang Katolik karena punya halangan pernikahan. Makanya, salah satu fungsi diumumkannya pernikahan setelah Misa, selama tiga kali Misa adlh untk mendeteksi adanya halangan pernikahan itu tadi.

Aku bercerita kepada Romo Broto soal sedikit interaksiku dgn Romo Kris yg mengenalkan aku pd konsep disparitaskultus. Dia tampak girang.

"Walaupun satu kampung sudah tahu bahwa calon mempelai belum pernah menikah, kesaksian kanonik ni tetap harus dilakukan. Ini sebagai formalitas saja." Lanjut Ketua Paroki Katedral ini.

Di tengah diskusi singkat kami, Romo memujiku dgn berkata, "Wah, kamu sudah banyak tahu Katolik."

Aku tersenyum geli.

Sebenarnya aku tak banyak tahu soal Katolik. Seorang kawan yg mengaku sebagai Katolik sesat karena tak beribadah lagi ke Gereja pernah memberikan banyak penjelasan soal kekatolikan padaku sebagai bahan riset. Selain itu, aku sering berdiskusi dgn Romo dan Frater kenalanku dan membanding-bandingkan penjelasan mereka dgn tradisi agama Samawi yg ada.

Tentu saja aku masih sering bingung dgn istilah-istilah spesifik yg dipakai orang Katolik. Jelas banyak sekali hal yg belum aku tahu soal agama lain. Bahkan aku baru tahu kalau di Katolik sunat untk lelaki itu bukan sebuah keharusan setelah nonton film bareng di kampus yg memuat sebagian sejarah gereja Katolik abad pertengahan. Tentu saja, tak penting untk mengetahui apakah pengikut agama tertentu punya tradisi sunat untk lelakinya / tidak. Tapi, aku akhirnya paham bahwa ternyata aku tak banyak tahu.

Mengetahui ketidaktahuan adlh sebuah pengetahuan yg berharga juga.

Hanya 5 menit waktu yg dibutuhkan untk jadi seorang saksi Kanonik. Tunangan sahabatku bilang, waktu yg dibutuhkan tiap orang beda-beda. Tergantung Romonya juga.

Tunangan sahabatku heran, kenapa beberapa kali terdengar tawa kami.

"Kamu becandain Romo ya Ban?" Tanyanya.

Aku menggeleng. Memang ada banyak lelucon yg menyenangkan selama kami ngobrol dgn Romo sambil mengisi formulir tadi.

Sangat berbeda saat sahabat dan tunangannya menghadapi Romo. Suasananya serius. Mereka bilang, mereka ditanyai Romo dgn hal-hal yg sudah mereka pelajari saat Kursus Pernikahan.

Aku sempat bertanya pd tunangan sahabatku, kenapa dia tak membawa saksi Kanonik juga. Dia jawab, "Saksi Kanonik itu cuma dibutuhin calon mempelai non Katolik. Data diriku kan udah ada di parokiku."

Oh, begitu. Tuh kan, aku baru tahu.

Bagiku, mereka pasangan yg lucu, saling melengkapi dan menjaga. Tunangannya selalu menyarankan sahabatku untk konsisten berjilbab. Sahabatku sering meminta tunangannya untk membawa serta dirinya tiap Misa. Aku berbahagia untk mereka.

Tentu saja, pernikahan beda agama masih jadi pro dan kontra di kalangan umat beragama. Keluarga sahabatku jg masih banyak yg menentang terjadinya pernikahan tersebut. Tapi, ayah sahabatku sungguh hebat. Dia berani pasang badan demi kebahagiaan anaknya. Dengan senang hati, ayahnya mengantarkan anaknya menikah di Gereja Katolik tanpa perlu pindah agama. Dulunya, ayahnya adlh seorang Kristen Protestan yg masuk Islam karena menikah dgn ibunya.

Aku mengikuti perjalanan cinta mereka. Beberapa kali, aku ikut membantu untk menjawab tiap pertanyaan dan hujatan dari keluarga yg menentang pernikahan mereka.

Seorang yg sedang berusaha mengikuti laku sebagai seorang Sophia Perennis sepertiku, memang tak memiliki masalah yg ada hubungannya dgn syariat pernikahan beda agama. Tentu saja, ada banyak sekali orang yg bilang betapa salahnya pandanganku. Betapa kelirunya pilihan hidup yg aku pilih.

Tapi, aku meyakini, bukankah tiap orang sedang menjalani Dharmanya masing-masing? Jika memungkiri konsekuensi pengetahuanku, alih-alih menjalankan dharma, aku malah menjalankan adharma.

Aku menerima risiko apa kata orang terhadap apa yg aku lakukan dgn hati gembira. Aku memaklumi, beberapa orang yg menghujatku memang senang menjadi juru bicara kebenaran "tuhan" yg diyakininya. Aku sih tak pernah memaksa mereka meyakini apa yg aku yakini.

Orang yg pernah dekat denganku pernah cerita bahwa beberapa kali dia berpisah karena agama dgn orang yg dia cintai. Aku sangat sedih mendengarnya. Rasanya aku ingin hadir di masa lalunya dan meyakinkan orang yg dicintainya agar tak perlu merasa berdosa mencintai orang yg berbeda iman. Cinta itu indah. Agama dan kasih Tuhan jg indah. Keindahan hanya akan bersatu dgn sesamanya. Kenapa harus ada perpisahan karena agama?

Yang aku yakini, Tuhan yg disebut dgn berbagai nama, Tuhan seluruh umat manusia, telah memberikan potensi cinta pd siapa saja tanpa memandang agamanya apa.

Kita hanya perlu menjaga pijarnya, agar jadi terang bagi sesama.

source : http://liputan6.com, http://instagram.com, http://syaharbanu.blogspot.com

0 Response to "[cinta] Jadi Saksi Kanonik Pernikahan Islam-Katolik"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *